Senin, 30 Agustus 2010

Damai untuk Malaysia

5 Abad lebih Dinasti Abasyiah menikmati masa kemegahannya, sebagai sebuah kerajaan paling makmur dan paling maju di muka bumi. Kemakmuran dan kemegahan ternyata justru membawa malapetaka bagi Kekalifahan 1001 malam tersebut, mereka menjadi arogan, malas, dan juga menyepelekan ancaman dari bangsa barbar penghancur yang panji-panjinya dikibarkan oleh Genghis Khan. Sungai Eufrat dan Tigris yang perkasa tak kuasa menjadi benteng penghalang buat pasukan barbar ini untuk menyebranginya dan membuat warna airnya menjadi merah darah. Bau amis dan anyir menyeruak ke seluruh penjuru Negeri dan Baghdad 1250 M simbol kota modern waktu itu menjadi puing-puing dalam penggalan sejarah.

Today: Malaysia belumlah menjadi Negara Adidaya seperti Kekalifahan Abasyiah tetapi arogansinya sungguhlah sampai ke langit dalam menghadapi Negara yang dicap miskin olehnya seperti Indonesia. Dilihat dari sudut pandang Ekonomi, saya tidak menutup mata bila Negara Indonesia yang aku cintai ini jauh tertinggal dari Negara tetangganya yang satu rumpun itu. Masalahnya aku lebih senang melihatnya dari sudut pandang jumlah penduduk, luas wilayah dan sejarah yang selalu menunjukkan kepada kita bahwa Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang lebih besar dari Malaysia sehingga sakit hati rasanya melihat saudara-saudara sebangsaku menerima dan diperlakukan tidak adil oleh Bangsa Malaysia.

Diplomasi is dead, mudah-mudahan tidak terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Aku lebih senang damai dan saling menghargai. Tidak nyaman membayangkan Indonesia dan Malaysia seperti yang terjadi pada Iran dan Irak dekade 80an. Mengirimkan putra-putra terbaiknya ke medan laga dan menghabiskan sumber daya yang banyak. Bukankah lebih baik mempererat persahabatan dan bahu membahu di era Globalisai dan Informasi ini? Toh Malaysia pun belum tentu menang jika berperang dengan Indonesia, setidaknya tengok saja sejarahnya. Kerajaan Malaka hanya di Semenanjung Malaka, justru Sriwijaya, Majapahit, dan Demak yang pernah mengibarkan panji-panji kebesarannya di Semenanjung Malaka.

Hang Upin dan Hang Ipin yang sudah punya menara kembar mungkin harus banyak belajar tentang kerendahan hati dan tidah menyepelekan Si Unyil yang jago perang gerilya dan berani berkalang tanah demi kehormatan negerinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar