Sabtu, 11 September 2010

Banyaknya yang Fakir di Sekitar Kita Sekarang Ini?

Idul Adha 1985, Aku diajak oleh kakakku untuk mengantri pada acara pembagian daging kurban di kompleks perumahan Pertamina yang berada tak jauh dari kampungku. Saat itu aku kelas I dan kakakku kelas VI SD. Buat aku dan kakakku, mendapat jatah daging kurban pada Idul Adha merupakan kesenangan tersendiri bukan hanya karena nikmatnya sate kambing yang kami rasakan nanti tapi juga karena merasa bangga jika dapat membawa daging kurban untuk dinikmati bersama keluarga kami di rumah. Rasanya seperti menjadi Superman Sang Pahlawan untuk keluarga kami.Hal itu disebabkan karena hanya dapat merasakan makan daging rendang pada hari Idul Fitri dan bisa menikmati lezatnya sate kambing di hari Idul Adha. Hari-hari biasa, kami hanya ketemu tempe dan tahu paling banter telur.

Di Kompleks Perumahan ini sudah menjadi sebuah tradisi setiap Idul Adha menyembelih banyak hewan sapi dan kambing. Daging hewan kurban tadi mencukupi kalau tidak mau dibilang berlebih untuk dibagikan pada penduduk di sekitar kompleks yang mau mengantri untuk mendapat pembagian jatah daging kurban tadi. Antriannya jangan dibayangkan seperti antrian pembagian zakat sekarang ini yang banyak  kita saksikan di TV, sering ricuh karena saking banyaknya orang padahal hanya mengantri untuk uang 10.000 atau 20.000 rupiah, seingat Aku, waktu itu antriannya tertib dan mungkin disebabkan oleh jumlah pengantrinya yang memang tidak membludak. Menyaksikan ricuhnya acara pembagian zakat di masa sekarang sangatlah menyentuh hati dan mengiris-iris nurani serta memancing banyak pertanyaan dipikiranku. Tak terbayang jika demi 10.000 rupiah, orang-orang rela berdesak-desakkan, saling dorong, terinjak-injak bahkan sampai pingsan karena kelelahan. Menyedihkan bukan? Atau memang karena banyaknya yang fakir di sekitar kita sekarang ini? Aku merasa sangat kaya sekalipun mungkin sebenarnya aku masih terkategori sebagai si miskin, paling tidak Aku merasa beruntung tidak berada diposisi seperti mereka yang terpaksa harus ikut mengantri seperti itu karena tuntutan kebutuhannya. Ya, Aku mengerti, mereka terpaksa melakukan itu semua karena uang 10.000 rupiah sangat berarti apalagi di saat lebaran, saat harga-harga sembako merangkak naik tak terjangkau dan saat itu juga budget pengeluaran kita membengkak karena meningkatnya kebutuhan kita saat itu. Syukur sekaligus miris!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar